Ilustrasi: perbincangan
oleh: Rochmat Mulyadi
Liburan
kali ini hanya diisi dengan kegiatan-kegiatan yang menurutnya lebih baik dari
apapun. Badrun, remaja tanggung yang memiliki banyak keahlian namun terlena
dengan apa yang dimilikinya. “Menunggu memang selalu membosankan, tapi menunggu
menyenangkan,” sautnya dengan raut muka agak labil. Ya, liburan kali ini Badrun
sedang menunggu nilai, hasil jerih payahnya ini akan keluar satu demi satu.
Badrun senang karena menunggu di kala libur, tapi Badrun merasa kesal karena
nilai pertama yang keluar tidak sesuai dengan harapannya.
“Cuk, nilai apaan ini?” teriaknya dengan
keras. “Tak apa, ini hanya satu nilai, masih ada enam nilai lagi yang belum
keluar,” ucapnya optimis. “Udah lah drun, apa sih arti sebuah nilai jika kita
tidak mampu mengamalkannya,” sambung si Tole, teman sepermainan Badrun sedari
kecil. “Tidak penting mengamalkan ilmu, selama masih menjadi mahasiswa, bukti
menunjukan bahwa kita ahli dibidangnya, hanya dengan nilai, demikian itu adalah
satu pembuktian yang mutlak,” tukas Badrun. Si Tole hanya menggeleng-geleng
kepala sembari nyengir-nyengir miris menunjukan giginya yang ompong satu
lubang.
Badrun
adalah mahasiswa Perguruan Tinggi Negeri salah satu kota di daerah Jawa Timur,
pantas jika gaya bicaranya lebih baik dari Tole. “Buat apa nilai bagus kalau gak bisa dipraktekin di dunia kerja,”
sela Tole. “jadi mahasiswa itu harus pintar, entah itu dalam teori ataupun
prakteknya, katanya agen of change,
ngerubah kelakuan jadi lebih baik aja gak
bisa, terus apa yang mau diubah?” tambahnya. Sementara Badrun tertunduk geram
meresapi kicauan si Tole yang dirasa mengguruinya.
“Udah
lah Tol, gak usah menggurui, kualitas gue itu jauh lebih baik dari pada elo,
gue gak munafik lah, gue kuliah emang
nyari nilai, nilai buat ngelamar kerja, kalo nilai jelek, nyari kerja pasti susah, emang lo mau gue kaga dapet kerja terus jatuh miskin? Seharusnya lo tuh ngedukung
gue Tol, bukan ceramahin,” ucap Badrun menyauti kicauan Tole. Tole memang hanya
mahasiswa swasta, tapi tanpa diketahui Badrun, selama ini Tole berusaha dengan
baik dalam mempelajari dan mengamalkan ilmu yang didapatnya.
Mendengar
pernyataan sobat karibnya sedari kecil, Tole lagi-lagi menggelengkan kepalanya,
namun kali ini tanpa diiringi dengan cengiran khasnya. Sobat kecilnya itu sudah
sangat berbeda dari pemikirannya, Tole lebih memilih tidak melanjutkan
perbincangan lagi, dia terpaksa mengalah mendengarkan ocehan Badrun yang dirasa
melenceng dari idealisme mahasiswa sebagaimana mestinya.”Oh iya….iya iya….oh
iya…iya,” demikian saut Tole dalam menaggapi setiap perkataan Badrun.
Perbincangan
mereka pun berakhir, Badrun pergi melanjutkan liburan semesternya dengan
berleha-leha sembari menunggu satu per satu nilai yang belum keluar. Sementara
Tole sibuk mempelajari materi guna mempersiapkan diri menghadapi perkuliahan
semester selanjutnya.
Beberapa hari kemudian mereka bertemu kembali. “Cuk, piye nilai lo? Apik kaga?” Tanya Tole diselingi dengan beberapa bahasa Jawa mengikuti gaya bicara sobat karibnya, Badrun. “Yah lumayanlah, gue dapet 3,3, kon piye Tol?” Tanya Badrun. “Punya gue kecil, turun, kaga kaya nilai yang kemarin” kata Tole. “Iya berapa?” paksa Badrun. “Emang penting ya?” saut Tole, dia merasa Badrun penasaran dengan nilainya, Tole terus menunggu waktu yang pas untuk menyebutkannya, tiba puncak kegeraman Badrun, Tole berucap, “3,8 drun, selamat menikmati liburan!” seru Tole, sembari pergi, guna menghindari eraman Badrun.
Comments
Post a Comment